Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

Puisi : Sadgenic

Andai jatuh itu mudah, pasti hatiku tidak lebam sendiri seperti ini. Ini lebab karena tanda tanya. Iya aku pasrah ditinju tanda tanya. Inginku tumbuk tanda tanya itu. Lalu diseduh dengan gula dan kopi. Terlarut dalam cangkir dan kusesap hingga tetes terahir. Jika kamu ingin tau, jumlah tanda tanya dikepalaku ini rasanya sebanding dengan jumlah bayanganmu di thalamus. Boleh minta tolong untuk terahir kali ? Beri aku satu pasti dan semua tanda tanya akan mati.

Just Write : About Love

Apa ada yang salah? Tidak, saya masi percaya dengan yang namanya cinta. Mana mungkin seorang hidup tampa cinta. Saya masi percaya dengan cinta Tuhan, cinta Rasul, cinta orang tua saya dan cinta saudara saya. Saya masi percaya itu, namun saya sedikit tak percaya dengan yang namanya cinta seorang kekasi pada kekasihnya. Disini tak ada yang melarang saya boleh mempercayai cinta yang mana. Atau saya mengjak kalian untuk mengikuti prinsip cinta saya. Saya sendiri tak mengerti cinta itu seperti apa. Yang saya tau cinta adalah rela mengorbankan apa pun demi yang dia cintai. Walau pun dia tak akan mendapat apa-apa dari yang dia lakukan. Itu menurut saya diskripsi cinta yang lebih condong pada kasi sayang. Mungkin itu cinta yang mendiskipsikan cinta orang tua pada kita. Namun, jika seandainya orang tua kalian tidak mencintai kalian seperti itu semua kembali pada masalah anda masing-masing. Tak ubahnya cinta Tuhan pada makluknya, ada kalanya kita mengelak cinta Tuhan kekita. Fi

Cerpen : Teriakan mujarap kakekku

--> Nasionalisme. Aku tersenyum mendengar kata itu. Aku masi bertanya tentang apa arti kata itu. Atau kah itu hanya sebuah ungkapan yang akan membuat kita langsung berfikir. Itu sebuah kata yang mencerminkan kecintaan kita terhadap negara. Ya... itu benar, namun hingga saat ini aku masi belum benar-benar mengeri apa yang dimaksud nasionalisme. Aku terduduk melihat kakekku yang menggunakan baju veterannya. Aku melihat senyumnya, dan begitu Pdnya menunjukkan giginya yang sudah tak ada dihadapin cermin soak yang muntah melihat kakekku. Entah itu seragam berwanna apa, kuning atau hijau kah? Entah aku yang memiliki mata tak mines saja bertanya. Masi aku melihat senyum itu didepan kaca itu. Diriku tak lepas melihat tingkah kakeku yang seakan masi berumur 25th dengan tinju mengepal ditangannya. Aku hanya menggeleng dan tertawa. Dia melihatku dan menggendonggku. *** Itu yang aku ingat dari kakekku. Aku melihat bendera plastik yang sekarang aku pegang. Apa arti seb

Cerpen : Tectona grandis

Hari ini aku menelusuri jejak-jejakku diantara pohon-pohon rindang yang menjulang, melihat awan dengan mendung putih bergulung diangkasa. Aku terduduk diantara batang pohon yang tumbang, menerawang jauh entah tak terbatas. Kembali tinggi mengingat masa silam, terduduk disamping rel kereta. Mungkin ini yang dinamakan tak searah. Mungkin juga ini yang dimanakan sebuah asa yang terlupa. “andi” panggilku dalam hati, Dia menoleh, ajaib bukan. Aku tersenyum sinis padanya. Balasnya pun tak beda jauh denganku. Aku berjalan melewatinya. “Apa-apaan ini?” katanya lirih. “Senakmu memanggilku dan tak mengatakan apa-apa?’ Aku tersenyum, “Idih GR, siapa juga yang memanggilmu. Apa kamu mendengar suaraku memanggilmu?” Dia terdiam, rasakan pembalasanku. Kamu fikir aku tidak bisa membalasmu. Ya.. ini sedikit aneh. Tampa bicara pun aku dapat mendengar apa yang dia katakan sebaliknya dia pun dapat mendengar apa yang aku katakan. Aku tak tau apa dia memiliki telepati, atau di

Cerpen : Berlian Oekusi

Diantara kulit hitam pelupuk jingga, diatara merah putih sang dwi warna. Diatara tumpukan batu alam yang terpecah. Katakanlah kami orang timur dengan kulit hitam. Mengkringting rambut karna keturunan. Bukan menyesal dibatas negara. Bukan marah karna ulah pemerintah atau pun enggan mengungkap asah. Dengan rumah beratab rumbai, bertembok kulit matoa. Benar berbaju namun tak bertuah. Berjalan dengan kaki tak beralas, diatara tanah tak beraspal. Melihat langit dengan terang. Mengijak bumi pertiwi dengan tertawa. Mungkinkah kami mengeluh dengan pemberian tuhan, tak usah bertanya dengan sekolah atau pun fasilitas. Berbahasa ibu saja tak jelas. Membaca kata orang adalah keharusan. Namun belajar kehidupan adalah kewajiban. Bukan mengeluh si rambut keriting kulit hitam. Berjalan dengan menggedong makanan dikepala. Umurnya baru 2 tahun, namun jangan tanya apa dia berjalan dengan sempoyongan. Kakinya serasa terbuat dari tanah tak bertuan, dengan keras dan membawa beban yang cukup