Langsung ke konten utama

Cerpen : Kejaran PP



Entah sejak kapan aku mulai berubah, dengan keadaan ini. Dunia memang selalu berputar dan berganti. Namun, seharusnya aku tak ikut dengan arus perubahan ini semua. Aku juga tak pernah mengerti tentang jejak hidup yang aku alami. Hari ini adalah hari ini, bagaimana aku dapat hidup untuk hari ini. Berjalan dengan musik embongan , kempyengan dengan bunyi tak karuan yang dipadu dengan suaraku yang kadang aku buat se-eksotik mungkin.
Malam ini seperti malam biasanya, aku berdandan dengan pakaian wanita. Jika aku dipanggil dengan sebutan banci sebenarnya hatiku sendiri tersayat. Aku BUKAN BANCI, aku hanya mencari uang untuk hidup. Hanya sekedar itu. Tolong hentikan tatapan itu ke aku. Aku muak, benar-benar muak.
Aku berjalan dengan teman seperjuanganku, Andi. Dia sama saja denganku, namun dimana pun yang namanya senioritas pasti ada. Dia jauh lebih senior dibanding denganku. Dan karna dia, aku pun berani menapakkan kakiku dilantai jalanan dengan semua ini menyelami dunia yang kadang tak pernah terbayangkan dibenakku.
Ini pukul 7 malam, kita mulai beroprasi dijalan kecil dekat  Royal Plaza. Untuk waktu tertentu saja kami disini tergantung arus jalan yang ada.  Semakin padat, semakin panas dan semakin menginjak hargadiriku.  Aku tak begitu faham untuk cerita hari ini, ada jadwal si PP jalan-jalan.
Sekuat mungkin aku berlari, namun seberapa mampu aku untuk berlari. ini dan itu sepatu kuda dan baju aneh ini. Sudahlah aku tau akhirnya aku pun  tertangkap. Ini semua sudah aku fikirkan, apa yang akan jadi konsekewenku untuk ini semua.
Aku masuk ruangan yang mendata tiap banci yang tertangkap. Ini kali pertamaku masuk ruangan disini. Aku duduk didepan PP wanita, yang akan mendata namaku.
Hari ini mungkin aku jatuh, dan jatuh tertimpa tangga. Wanita itu dulu pacarku yang hampir aku nikahi. Sungguh, ini apa ? dia sadar ini aku. Aku juga tau tatapan itu. Aku tau kamu tak pernah mengira ini aku. Aku sendiri tak pernah mau mengaku bahwa ini aku yang sekarang buka Bayu yang dulu. Aku kalah dengan semua ini. Maaf Ani, . . .
Bayu, dia sedikit terngangah, aku tau kamu kaget. Dia merunduk. Ehem. . . dia memperbaiki nada suaranya Nama
Bayu Satria jawabku singkat, aku juga tak mau melihatnya.
Alamat katanya tegas
Jl.Kentjana 89 purwo adhem
Berapa kali beroprasi?
Baru kali ini. Aku tidak dapat berkata-kata lagi.
Silah kan keluar,  katanya tegas. Kamu malu bertemu denganku dengan keadaan seperti ini?.
Aku juga malu bertemu denganmu dengan keadaan seperti ini. Sungguh malu, dan benar-benar malu.
Aku keluar kantor satpol PP ini. Aku berjalan pulang, aku lepas wink dan sepatu hight hillsku ini. Aku tidak dapat berkata apa-apa. Aku duduk tersungkur disamping jalan setapak ini. Aku tak pernah mengerti tentang jejak semua ini. Aku tak pernah mengerti Tuhan. Aku menangis untuk kesekian kalinya.
Bay, aku terbangun dari lamunanku, suara itu. Aku lihat Ani memanggilku. Dia naik motor bebeknya yang dulu. Dengan gaya yang sama seperti dulu.
Dia menganggukan kepalanya, aku tau dia mengajakku untuk pulang bersama. Aku setuju untuk pulang bersamanya. Naik motornya, dan aku diboncengnya. Fikirkan itu. . . . ini aku yang sekarang Ani. Aku tersungkur dan terinjak harga diriku.
Ini gila, dua tahun lalu aku yang menggoncengnya. Dan sekarang ? aku yang digoncengnya dengan keadaan yang benar-benar hancur. Aku merangkul pinggangnya. Dan entah malam ini akan berakhir seperti apa ?
Aku tak mampu menjelaskannya lagi.     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imtaq dan Iptak

IMTAQ DAN IPTAK Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya rasa padanan kata ini tidak asing lagi bagi kita. Iman dan taqwa bersumber dari hati sebagai bentuk hubungan positif manusia dengan Tuhannya. ’Imtaq pada diri seseorang menunjuk kepada integritas seseorang kepada Tuhannya Mantan Presiden RI, Bapak B. J. Habibie pernah berkata, “Sumber daya manusia yang mempunyai iman dan taqwa harus serentak menguasai, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)," Kemudian beliau melanjutkan, "Seseorang tidak cukup beragama atau berbudaya saja, karena hanya akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, tidak cukup pula seseorang mendalami ilmu pengetahuan saja, karena hanya akan menjadikannya sosok yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan," katanya. Ingat bahwa kita adalah mahasiswa. Rangkaian kata yang selalu mengiringi kata mahasiswa adalah “the agent of change”. Kita

Berakhir

Saat aku menulis ini mataku sudah tidak sembab lagi, iya benar. Ini tentang kamu lagi, entah ditulisan keberapa aku mengatakan memang sebaiknya kamu tidak kembali.  Sebulan lalu aku mendengar kalau kamu akhirnya menikah dengan gadis itu, gadis yang membuatku sebenarnya merasa kalah. Benar-benar kalah, karena dia yang pada akhirnya memilikimu.  Dengan banyak drama, dan yaahh. . . aku bukan wanita yang tepat untukmu. Kali ini biarkan saja aku sedikit mengingat hal-hal kecil yang selalu membuatku teringat olehmu.  "Hari ini masak apa ?"  aku selalu merindukan kata-kata seperti ini sepeleh memang, tapi ada hal yang membuatku merasa kalau masakanku yang tidak jelas ada yang menanti.  Apa kamu ingat kotak tempat makan ungu yang aku isi bekal waktu itu. Aku ingat saat itu masih pagi, dan kamu berangkat kerja. Aku mengisi kotak makan itu dengan gorengan bandeng yang sudah keras. Entah apa yang aku pikirkan saat itu.  Atau, saat aku jatuh dan kamu mengobatiku sambil berjongkok. Aku me

Cerpen : Hujan

Hari itu seperti biasa, matahari masih terbit dari timur. Aku mengeluarkan sepedah ontel warisan keluargaku. Aku menuntunya  menuju halaman. Dari dalam masih terdengar ribut-ribut ayahku yang masih saja membuat  ibu sakit. Rasanya ingin aku plester saja mulutnya. Bila tak ingat itu ayahku satu-satunya atau mungkin ancaman neraka jahanan karna menjadi anak durhaka. Pagi ini seperti biasa, ibu menyuruhku cepat-capat  berangkat sekolah. Bukan karna aku akan terlambat masuk sekolah. Tak lain dan tak bukan agar tak mendengar omelan ayah padanya. Sungguh aku tak sanggup hidup dengan seorang ayah yang seperti itu. Kadang aku berharap ayahku terbawa oleh kapal bajak laut agar dia tak lagi membuat ibuku menangis. Namun kenapa Tuhan menakdirkan ibuku menikah dengan ayah. Pelet apa yang digunakan ayah sampai-sampai ibu betah dengannya. Kadang aku panjatkan do’a berharap ini semua hanya mimpi. Dan saat aku terbangun aku memiliki keluarga yang bahagia. Dengan seorang ayah yang tak p