Hari itu seperti biasa, matahari masih terbit dari
timur. Aku mengeluarkan sepedah ontel warisan keluargaku. Aku menuntunya menuju halaman. Dari dalam masih terdengar
ribut-ribut ayahku yang masih saja membuat
ibu sakit. Rasanya ingin aku plester saja mulutnya. Bila tak ingat itu
ayahku satu-satunya atau mungkin ancaman neraka jahanan karna menjadi anak
durhaka. Pagi ini seperti biasa, ibu menyuruhku cepat-capat berangkat sekolah. Bukan karna aku akan
terlambat masuk sekolah. Tak lain dan tak bukan agar tak mendengar omelan ayah
padanya.
Sungguh aku tak sanggup hidup dengan seorang ayah yang
seperti itu. Kadang aku berharap ayahku terbawa oleh kapal bajak laut agar dia
tak lagi membuat ibuku menangis. Namun kenapa Tuhan menakdirkan ibuku menikah dengan
ayah. Pelet apa yang digunakan ayah sampai-sampai ibu betah dengannya.
Kadang aku panjatkan do’a berharap ini semua hanya
mimpi. Dan saat aku terbangun aku memiliki keluarga yang bahagia. Dengan
seorang ayah yang tak pernah mabuk-mabukan, tak berteriak-teriak bagai dihutan,
membentak –bentak memanggil ibuku. Entah
kenapa ibuku dulu mau menikah dengannya. Aku tau ayah seorang yang tampan.
Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, rambutnya cepak rapi. Namun sikapnya
tak pantas memiliki wajah yang rupawan seperti itu.
Aku perna melihat foto ayah saat muda. Dia tampan
gagah,dan berpendidikan. Namun sejak aku kecil aku tak perna melihat sikap ayah
yang berpendidikan. Yang aku tau dia hanya pulang malam. Berbau tak enak,
ngomongnya ngelantur. Yang aku heran darinya, dia tidak perna memukulku.
Menatap kedua bola mataku saja tak perna. Seakan dia menyembunyikan sesuatu
didalam benaknya. Dia menghindariku.!!!
Sudah lha. ..
cukup semua ini. Aku sadar sesadar-sadarnya ini bukan mimpi, ini kenyataan. Aku mengayuh
sepedahku menebus kabut yang masih menylimuti jalan. Aku menoleh kebelakang
masih dapat aku lihat rumah reot itu dan masih dapat aku dengar suara ayahku
yang cempreng itu.
Kawan aku lahir didalam keluarga yang pas-pasan. Dengan seorang ayah yang mengidap
penyakit gila judi. Dan seorang ibu yang penyayang. Taraf perekonomian kita
dibawah dari kecukupan. Lebih tepatnya Kere
, bagaimana tidak aku sudah nunggak SPP sekolah selama 3 bulan. Untuk makan
saja kami susah ditambah dengan seorang ayah yang berpenyakitan itu. Kadang aku
tak tega melihat beban hidup yang dipikulnya sendiri. Aku tak perna minta uang
pada ibu, kecuali uang sekolah . aku tak mengenal istilah uang jajan. Karna
memang ibu tak perna mengenalkannya padaku.
Kadang aku tak tega untuk meminta uang SPP pada ibuku.
Karna aku tau jawab ibu pasti
“Iya. . . minggu depan akan
aku bayar uang SPPmu. sekarang belajar saja yang rajin .” Minggu depan,minggu depan, dan minggu depan
sampai 3 bulan jawabnya minggu depan. Selain jawaban minggu depan yang ibu
berikan satu jawaban yang membuatku melupakan masalah hidup adalah Rangkulannya
padaku. Hanya itu semua yang menyebabkanku dapat bangkit dan menatap dunia. Ibu
hanya bekerja serabutan. Sedang ayah berpenyakit gila judi.
Ya Tuhan... bukan aku tak merima takdir dari-MU. Aku masih percaya
bahwa ini semua akan berakhir. Penderitaan ini kemiskinan ini dan semua yang
membuatku muak akan dunian ini.
Mataku lurus memandang jalan raya. Hanya ada beberapa
sepedah motor yang berpapasan denganku. Tinggal beberapa gang lagi akan sampai
sekolah tercintaku. Yang mungkin sebentar lagi akan mengusirku karna tak mampu
membayarnya. Gapura sekolahku mulai terlihat, warnanya merah redup dan
diatasnya tertulis SMA Negeri Tunas Bangsa 1. Dibawah tulisan itu tertulis Kab.wonogiri.dan
entah utulisan apa lagi yang tertulis disitu.
Dari kejauhan terlihat Pak. Ben satpan sekolahku , dia
tersenyum padaku. Aku membunyikan bel
sepedahku,dia mengangguk . Aku membalas
senyumnya. Aku berlalu, dan masuk parkiran. Aku lihat baru ada 4 sepedah yang
nonggkrong duluan sebelum aku. Sebuah sepedah Pho Nix, Satria, Kharisma, Supara X, dan 1 sepedah butut warisan
keluarga, tak lain itu sepedahku. Ya .. .
sudah lah toh ini hanya sebuah sepedah yang penting bisa dikendarai.
Tak beberapa lama setelah aku parkir sepedahku itu,
rombongan manusia-manusia sampah dunia datang. Ya. .. kawan sampah dunia,
mereka yang selalu memandang rendah orang lain disekelilingnya. Mataku
langgsung tertuju pada sepedah baru mereka. Banyangkan,5 sepedah yang kembar
warna biru muda, anggun dan cantik. Mereka menuntunya melewatiku. Seakan mereka
berkata “Ini baru yang namanya sepedah bukan seperti sepedah bututmu itu. Yang
tak pantas ditumpanggi manusia”
Aku tak peduli, toh kenapa juga kalo sepedahku butut.
Apa sekolah penting dengan sepedah baru. Namun uang penting untuk membayar SPP.
Otakku harus berfikir bagaimana harus membayar tunggakan SPP itu pada sekolah.
Tak tahan aku bila setiap hari selau mendapat panggilan dari TU gara-gara belum
melunasi SPP.
Aku sudah berusaha untuk mendapat keringanan dari
sekolah. Mulai dari biasiswa prestasi, beasiswa tak mampu, kalo perlu juga
beasiswa anak kurang kasih sayang Namun itu tak ada.Engkau tau kawan kadang aku
bersukur banyak teman-temanku yang malas mengerjakan tugas karna dari itu semua
aku bisa memperoleh uang. Aku sangat berterimakasih pada guruku yang sering
memberikan kami tugas.Ya.. . . Mungkin
Tuhan memberikan ini semua untukku.
Kadang tak tanggung-tanggung aku jual jawabanku agar aku
bisa mendapat uang. Aku sangat sadar bila itu semua dilarang keras oleh guruku.
Namun bagaimana lagi caraku agar aku bisa mendapat uang. Aku sadar uang yang
aku dapat tak banyak. Tapi itu cukup untuk menambah tabunganku. Atau hanya
sekedarr mengisi perutku yang keroncongan. Kalo perlu juga kawan,aku mau
menuliskan pekerjaan mereka asal diberiuang. aku akan lakukan apapun asal itu
halal. Tuhan tolong hambamu ini. Sungguh aku berharap ada uang jatuh dari
langit. Sehingga aku tak perlu lakukan ini semua. Pikiran gila terlintas diotakku.
Aku berjalan menuju kelas aku melihat kebawa. Tampak
dari kedua mataku sepatuku yang benar-benar kelaparan . Dagaimana tidak
ujungnya sudah membuka. Kaos kaki yang aku kenakan dapat kulihat. Ujung jempol
sebelah kananku hampir keluar. Padahal aku sudah menggunakannya dengan
hati-hati.Bukan aku tak perhatian padanya, sudah berulangkali aku
menginapkannya dirumah tukang solsepatu depan rumahku. Kadang sampai malu aku
menambalkannya lagi. Dia sudah mengapdikan seluruh hidupnya untukku. Waktunya
dia pensiun, namun kapan aku pensiunkan dia. Boro-boro beli sepatu baru, beli
makan saja sulit. Umurnya sudah hampir 3 tahun. Aku membelinya waktu kelas 2
SMP. Itu pun aku harus kerja mati-matian agar bisa membelinya.
Didepanku sudah berdiri tegak pintu kelasku,X6
.aku siswa pertama yang masuk kelas ini.kubuka pintu itu, harapanku tak perna
padam untuk menjadi siswa yang paling pintar disini. Aku sadar, aku tak punya
buku penunjang atau pun buku paket yang lain. Namun aku tegakkan tekatku,kawan
itu bukan akhir dari harapanku. Masih ada perpus yang selalu membantuku
mengerjakan semua tugasku. Aku tersenyum hadapi semua, aku tersenyum pada
ibuku, aku tersenyum pada nasipku.
Aku taruh tas bututku diatas meja paling depan. Aku
duduk, dan memandang papan tulis kapur itu. Masih penuh dengan oret-oretan
jawabanku kemarin. Rumus fisika, dimana Q lepas = Qterima asas Black. Suhu lepas sama dengan suhu
terima. Nilainya suhu akan diantara Q lepas dan Q terima. Aku tersenyum tipis, rumus untuk
menghitung es teh.
Jika seorang pedagang es teh merebus air mencapai suhu 80o
C namun pembelinya ingin membeli es teh bukan teh panas si penjual es teh harus
memasukkan es batu yang suhunya dibawah 0 0 C pada teh buatannya selain itu dia harus
memasukkan air yang bersuhu 00 C karna es saja tak mampu untuk
menyetabilkan suhu.
Apa bila sang pembeli ingin membeli 1 gelas es teh.
Tentu si penjual harus mengira-ngira berapa massa air panas itu. Berapa masa
air dingin dan berapa masa es yang akan dimasukkkan. Tak aku sangka kawan,
hanya untuk membuat es teh saja begitu ribut dengan rumus-rumus fisika. Dimulai
dari es yang mengalami perubahan suhu, berlanjut dengan es yang mengalami
perubahan wujut. Dan akhirnya air es bertemu dengan campuran air panas dan
dingin.
Ya Tuhan, sungguh besar kuasamu. Sungguh besar
ciptaanmu, dan sungguh besar ilmu-ilmuMU. Itu hanya rumus Mr.Black yang baru
dijelaskan tadi. Bayangkan berjuta ilmuan menemukan macam-macam rumus,
macam-macam pengetahuan. Itu semua mengubah dunia. Namun itu tak mengubah
duniaku.
Sudah lhah kawan. Pertanyaan bodoh terlintas diotakku. Apakah dulu
Mr. Black seorang penjual es teh?. Heranku bagaimana dia menemukan rumus es teh
ini. Dan membuat siswa mengeluh karnanya.
Ya aku tak tau? . . . mungkin juga.
Namun apa penjual es teh mengetahui rumus itu?
Sepertinya tidak. Aku fikir mereka menggunakan feeling. Jangan-jangan feeling lebih manjur dari pada rumus apapun.
Aku tak perna melihat seorang penjual es teh mengeluh karna pusing memikirkan
rumus Mr. Black itu.sudah cukup kawan Itu hanya fikirku tak usah kau fikir
dalam-dalam. Matahari semakin tinggi cahaya merambat naik memasuki celah-celah
cendela kelas ini. Masih kosong berdebu,dan lama. Sekolah SMA terpencil
disebuah desa yang jauh dari keramaian namun
tetap saja sekolah paling faforit diwilayah ini.
Aku berdiri dan mulai menghapus papan kapur itu.debu
berterbangan dan jatuh ketanah. Aku kibaskan tangan muncul debu-debu kapur dari
tanganku. Aku beranjak dan pergi mengambil sapu dibelakang barisan-barisan meja
yang berjejer membentuk barisan panjang. Aku sapu tiap bangku yang aku lewati,
aku sadar hari ini bukan piketku. Namun tak ada salahnya juga aku membersihkan
ruangan kelas ini.
Aku lihat jam diding kalasku jarum jamnya masih
menunjukkan jam 06:15. Aku lanjutkan acara menjadi office girl kelas, namun tak
usah membuat kopi tentunya. Setelah selesai acara nyapu kelas. Aku duduk
diteras kelas sambil membaca buku biologi yang kemarin aku pinjam
diperpustakaan. Tanyaku dihati, sudah siang seperti ini kemana teman-teman ?
tumben belum ada yang datang. Segera aku tepis fikiran itu. Toh mereka sudah
tau kapan sekolah masuk. Aku melanjutkan acara membacaku. Ditengah-tengah
bacaan aku tersadar hari ini ada acara sekolah. Pantas lah teman-teman datang
lebih siang dari jam biasanya.
Aku masih ingat kemarin ada pengumuman hari ini acara
peresmian gedung baru sekolah.Yang katanya akan dihadiri oleh Bapak Bupati
wonogiri dan DPR wonogiri. Ah terserah.
. . . biarpun yang datang pak Presiden RI tetap saja aku harus melunasi SPPku.
Hari semakin siang, semua berkumpul diaula. Rombongan
mobil bupati datang suara sirine mobil polisi membuat suasana hening. Namun apa
benar suara riuh siswa bisa hening hanya karna bunyi sirine pak polisi.
Jawabnya tidak, guru kami pak Mulyono sudah siap dengan penggaris papan.
Kemarin kita sudah diwanti-wanti agar tidak membuat ulah. Kita sudah mengerti
apa yang bakal dilakukannya dengan penggaris itu. Dia akan menunjuk siswa
dengan penggaris bertuah itu,dan tebak apa yang terjadi ! siswa yang terkena
tunjuk penggaris bertua itu akan telanjang dada, harus berjalan jongkok
mengelilingi lapangan selain itu yang lebih parah orang tua siswa dipanggil.
Ah.. . sungguh malang bila terkena
tunjuk penggaris bertuah pak Mulyono. Sudah terjatu tertimpa tangga ditambah
genteng pula.
Tapi kawan jangan berfikir itu berlaku untuk kaum hawa.
Hukuman kaum hawa hanya disuru menulis sebanyak 4 folio penuh dengan tulisan
tangan, tampa bantuan siapa pun. Itu sudah cukup membuat siswi yang sedikit
brutal kapok dengan ulahnya. Seandainya ada sisiwi yang coba-coba berbohong
dengan menunjukkan tulisan tangan orang lain. Aku yakin dia akan digantung
dipohon kesemek depan sekolah. Beliau tidak suka seorang pembohong, apa lagi
pembangkang. Namun panggilan orang tua tetap berlaku untuk semua siswa tak
terkecuali anak kepala sekolah kita yang kadang bikin ulah.
Sudah kawan cukup membicarakan pak Mulyono. Pak Bupati
keluar dari mobil dengan dibukakan pintu
oleh para ajudannya. Orangnya putih, gendut, dan terawat. Bagaimana
tidak itu semua kan dibiyayai Negara. Dia melempar senyum pada semua siswa.
Kami duduk dikursi yang kemarin disiapkan osis. Bapak Bupati duduk dikursi
paling depan dengan kursi yang paling mewah dari semua kursi yang ada. DPR
hanya manggut-manggut kepalanya bergoyang-goyang seperti seorang anak yang
terkena autis.
Bapak bupati dipersilahkan memberi sedikit pidato pada
kami. Entah bagaimana pidato pak bupati itu nglantur sampai-sampai memberi
pertanyaan berhadiah bagi yang bisa menjawabnya. Saya fikir itu hal yang
menarik, selain itu sebuah pertanyaan yang seharusnya dapat dijanwab oleh
setiap siswa. Beliau haya bertanya berapa banyak kecamatan diWonogiri ini?
Suara hening. Beberapa guru sibuk
menhitung kecamatan yang ada.
Aku mengacungkan tangan. Senyum merekah dibibir pak Bupati.
Aku menjawabnya.sebuah jawaban lugas,benar dan tepat. Tepuk tangan pecah dari
tangan beliau dan diikuti tepuk tangan yang lain. Aneh apa ini sebuah hal yang
besar?. Ini hanya menyebutkan kecamatan diwilayah ini. Bukan menyebutkan
seluruh nama kabupaten di Indonesia.Beliau tersenyum dan mengangguk.
Beliau merogoh sakunya aku tak menyangka
beliau turun dari podium. Semua terheran-heran menanyakan apa yang akan dilakukan
bupati ini. Pengawal bupati langsung bergerak mendampinginya.
Beliau ada didepankuAku hanya melongo. Bapak bupati itu
menepuk pundakku beliau menyalamiku. Aku
mencium tangannya beliau berkata “Kamu pintar nak!!” dia memberiku amplop yang dapat aku kira
isinya uang. Aku hanya tersenyum. Pak bupati melanjutkan pidatonya.
Aku tak peduli apa pidao apa yang bakal beliau sampaikan
lagi. Otakku haya tertuju pada amplop itu.Aku tak sabar membuka isi amplop itu.
Teman-temanku juga tak kalah penasarannya . Mereka menyuruku cepat-cepat
membukanya. Aku berharap acara ini cepat selesai dan aku bisa mengetahui isi
amplop itu. Aku tersenyum-senyum sendiri.aku mencoba menerawang isi amplop itu.
Warnanya merah tebakku uang 100 rb. Tapi aku takutnya itu hanya uang 10rb.toh
warna uang 10rb dan 100rb beda-beda tipis. Hala tak masalah itu berisi uang berapa
yang pasti itu isinya uang.
Harapanku segera terkabul. Acara pembukaan gedung
sekolah selesai. Cepat-cepat aku buka amplop itu. Dan benar isinya uang, cukup
banyak ungkapku. Itu lebih dari cukup membayar tunggakan SPPku dan membeli
sepatu baru selebihnya akan kuberikan ke ibu. Tuhan terima kasih.. . .
Jam dinding telah menunjukkan jam 14:04. Sudah waktunya
pulang. Aku mengeluarka sepedah dari parkiran. Aku tergesah gesah-gesah ,Aku
inggin cepat-cepat pulang dan memberitaukan yang terjadi hari ini disekolah
pada ibu.
Dijalan senyumku merekah. Rasanya aku ingin menangis
mengingat kejadian tadi. Tuhan sering memberi kita kejutan. Kejutan yang tak
terduga oleh setiap umatnya. Kali ini aku menangis bukan karna aku sedih namun
bahagia. Aku tak mengerti kenapa orang bahagiapun bisa menangis.Aku meteskan
air mata. Aku teringat ibu, beliau tak pernah melarangku untuk menangis. Saat
aku merasa terpuruk, saat aku merasa dunia ini tak adil dan saat dimana aku
sudah muak dengan ini semua pasti ibu berkata“Jika menangis bisa membuatmu lebih baik menagis lhah.”
“ Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis
itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada
lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah. Kesadaran yang
membawa manfaat dunia dan akhirat. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah
stabil? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika
seseorang menghadapi kebahagiaan maka hatinya akan gembira dan saat dilanda
musibah tidak sedikit orang yang putus asa bahkan berpaling dari
kebenaran.
Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang
hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam
cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan
musuh-musuhnya. Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka
menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang
hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup.”
Itu semua ungkapan ibu padaku saat aku merasa rapu. Kadang aku
merasa hidup ini berat, aku memikul beban yang harusnya masih diberatkan pada
ayahku. Namun apa mau dikata, ayahku seorang yang tak dapat diandalkan. Aku tak
ingin menyalahkan siapa pun! Memang semua ini takdir Tuhan yang harus aku
tempuh.
Aku mengusap air mata yang menetes dipipiku. Aku mengayun cepat
sepedah lamaku ini. Satu belokan lagi aku akan sampai kerumah. Aku semakin
cepat mengayun sepedah. Seperti orang kesetanan ungkapku.
Semua berubah saat aku sampai dihalaman rumahku. Orang-orang
berkerumun, berjejal masuk rumahku ada apa ini ? ungkapku dihati tak sempat aku
menjagang sepedahku. Orang-orang memandangku iba. Apa yang terjadi? aku memecah
kerumunan orang. Aku lihat ibuku tergeletak ditikar denga mulut berbusa.
Disampingnya tergeletak juga ayahku lehernya membiru. Seutas tali yang sering
aku gunakan untuk kegiatan pramukaan
berada ditengah-tengah mereka.
Aku
terduduk dan merangkul ibu. Aku tak dapat membendung air mataku
“Ibu
bangun.” Teriakku padanya. Aku berharap ini hanya lelucon ibu untukku
“Bu..
. ayo bangun, aku membawa uang untuk
ibu.” Aku mengambil uang dari dalam amplop itu. Aku tujukkan uang itu pada ibu
“Bu,
aku dapat ini dari Pak bupati,aku bisa menjawab pertayaanya bu. Aku dipujinya
bu..” aku menangis,
“
Ayo bangun bu. . . aku berjanji gak akan minta uang SPP lagi. Ayo bu . . ibu
jangan seperti ini. Ibu marah denganku? Aku gak akan bikin ibu kesal lagi...
ayo bu bangun ” aku memeluknya.
“Bu...
jangan bercanda aku tak suka ibu bercanda seperti ini” aku menangis sejadi-jadinya.
“Bu...
jika ibu pergi aku hidup dengan siapa bu. . . tak ada yang aku miliki didunia
ini kecuali ibu” aku mengusap air mataku
“Sudah
cukup bu permainan ini. Ayo bu bangun. . . !!!” aku mencoba membangunkannya.
Orang-orang
melarangku. Bu hanik tetanggaku merangkulku. aku menangis sejadi-jadinya
dipelukannya. “Sabar nak!!!” ucapnya. Aku tak dapat berfikir, hanya tangis yang
dapat memberi jawaban semua ini.
Ya... Tuhan. Cobaan apa ini? Aku berharap ayah
pergi dari hidupku. Namun kenapa Engkau membawa ibuku juga. Tuhan kenapa ini
terjadi padaku. Belum puaskah engkau membuatku menangis. Sampai kapan ini akan terjadi. Baru saja Engkau memberi
kejutan kebahagiaan buatku. Sekarang Engkau ambil ibuku.
Tuhan. ..
. apa yang kau takdirkan padaku. ???
Aku terduduk lemas tak berdaya.
Mendung hitam menyelimuti langit cerah. Gemuru awan menutup cahaya.
Semua hilang, semua musnah. Kini langit yang memberi cerita. Hujan turun
membasahi bumi. Semua menegadah kepadaNYA. Cerita langit tak perna terkuak. Tak
perna tau apa yang terjadi kelak.
Botol obat serangga itu menjadi saksi bisu semua ini. Semua takdir
ini, semua tangis ini. Kapan ini akan berahir Tuhan? Kapan ?.
by: April
by: April
Komentar
Posting Komentar