Langsung ke konten utama

Cerpen : Hujan


Hari itu seperti biasa, matahari masih terbit dari timur. Aku mengeluarkan sepedah ontel warisan keluargaku. Aku menuntunya  menuju halaman. Dari dalam masih terdengar ribut-ribut ayahku yang masih saja membuat  ibu sakit. Rasanya ingin aku plester saja mulutnya. Bila tak ingat itu ayahku satu-satunya atau mungkin ancaman neraka jahanan karna menjadi anak durhaka. Pagi ini seperti biasa, ibu menyuruhku cepat-capat  berangkat sekolah. Bukan karna aku akan terlambat masuk sekolah. Tak lain dan tak bukan agar tak mendengar omelan ayah padanya.



Sungguh aku tak sanggup hidup dengan seorang ayah yang seperti itu. Kadang aku berharap ayahku terbawa oleh kapal bajak laut agar dia tak lagi membuat ibuku menangis. Namun kenapa Tuhan menakdirkan ibuku menikah dengan ayah. Pelet apa yang digunakan ayah sampai-sampai ibu betah dengannya.

Kadang aku panjatkan do’a berharap ini semua hanya mimpi. Dan saat aku terbangun aku memiliki keluarga yang bahagia. Dengan seorang ayah yang tak pernah mabuk-mabukan, tak berteriak-teriak bagai dihutan, membentak –bentak  memanggil ibuku. Entah kenapa ibuku dulu mau menikah dengannya. Aku tau ayah seorang yang tampan. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, rambutnya cepak rapi. Namun sikapnya tak pantas memiliki wajah yang rupawan seperti itu.

Aku perna melihat foto ayah saat muda. Dia tampan gagah,dan berpendidikan. Namun sejak aku kecil aku tak perna melihat sikap ayah yang berpendidikan. Yang aku tau dia hanya pulang malam. Berbau tak enak, ngomongnya ngelantur. Yang aku heran darinya, dia tidak perna memukulku. Menatap kedua bola mataku saja tak perna. Seakan dia menyembunyikan sesuatu didalam benaknya. Dia menghindariku.!!!

Sudah lha. ..  cukup semua ini. Aku sadar sesadar-sadarnya  ini bukan mimpi, ini kenyataan. Aku mengayuh sepedahku menebus kabut yang masih menylimuti jalan. Aku menoleh kebelakang masih dapat aku lihat rumah reot itu dan masih dapat aku dengar suara ayahku yang cempreng itu.

Kawan aku lahir didalam keluarga yang pas-pasan. Dengan seorang ayah yang mengidap penyakit gila judi. Dan seorang ibu yang penyayang. Taraf perekonomian kita dibawah dari kecukupan. Lebih tepatnya Kere , bagaimana tidak aku sudah nunggak SPP sekolah selama 3 bulan. Untuk makan saja kami susah ditambah dengan seorang ayah yang berpenyakitan itu. Kadang aku tak tega melihat beban hidup yang dipikulnya sendiri. Aku tak perna minta uang pada ibu, kecuali uang sekolah . aku tak mengenal istilah uang jajan. Karna memang ibu tak perna mengenalkannya padaku.

Kadang aku tak tega untuk meminta uang SPP pada ibuku. Karna aku tau jawab ibu pasti
“Iya.  . . minggu depan akan aku bayar uang SPPmu. sekarang belajar saja yang rajin .”  Minggu depan,minggu depan, dan minggu depan sampai 3 bulan jawabnya minggu depan. Selain jawaban minggu depan yang ibu berikan satu jawaban yang membuatku melupakan masalah hidup adalah Rangkulannya padaku. Hanya itu semua yang menyebabkanku dapat bangkit dan menatap dunia. Ibu hanya bekerja serabutan. Sedang ayah berpenyakit gila judi.
Ya Tuhan... bukan aku tak merima takdir dari-MU. Aku masih percaya bahwa ini semua akan berakhir. Penderitaan ini kemiskinan ini dan semua yang membuatku muak akan dunian ini.

Mataku lurus memandang jalan raya. Hanya ada beberapa sepedah motor yang berpapasan denganku. Tinggal beberapa gang lagi akan sampai sekolah tercintaku. Yang mungkin sebentar lagi akan mengusirku karna tak mampu membayarnya. Gapura sekolahku mulai terlihat, warnanya merah redup dan diatasnya tertulis SMA Negeri Tunas Bangsa 1. Dibawah tulisan itu tertulis Kab.wonogiri.dan entah utulisan apa lagi yang tertulis disitu.

Dari kejauhan terlihat Pak. Ben satpan sekolahku , dia tersenyum  padaku. Aku membunyikan bel sepedahku,dia mengangguk  . Aku membalas senyumnya. Aku berlalu, dan masuk parkiran. Aku lihat baru ada 4 sepedah yang nonggkrong duluan sebelum aku. Sebuah sepedah Pho Nix, Satria, Kharisma,  Supara X, dan 1 sepedah butut warisan keluarga, tak lain itu sepedahku. Ya .. .  sudah lah toh ini hanya sebuah sepedah yang penting bisa dikendarai.

Tak beberapa lama setelah aku parkir sepedahku itu, rombongan manusia-manusia sampah dunia datang. Ya. .. kawan sampah dunia, mereka yang selalu memandang rendah orang lain disekelilingnya. Mataku langgsung tertuju pada sepedah baru mereka. Banyangkan,5 sepedah yang kembar warna biru muda, anggun dan cantik. Mereka menuntunya melewatiku. Seakan mereka berkata “Ini baru yang namanya sepedah bukan seperti sepedah bututmu itu. Yang tak pantas ditumpanggi manusia”

Aku tak peduli, toh kenapa juga kalo sepedahku butut. Apa sekolah penting dengan sepedah baru. Namun uang penting untuk membayar SPP. Otakku harus berfikir bagaimana harus membayar tunggakan SPP itu pada sekolah. Tak tahan aku bila setiap hari selau mendapat panggilan dari TU gara-gara belum melunasi SPP.

Aku sudah berusaha untuk mendapat keringanan dari sekolah. Mulai dari biasiswa prestasi, beasiswa tak mampu, kalo perlu juga beasiswa anak kurang kasih sayang Namun itu tak ada.Engkau tau kawan kadang aku bersukur banyak teman-temanku yang malas mengerjakan tugas karna dari itu semua aku bisa memperoleh uang. Aku sangat berterimakasih pada guruku yang sering memberikan kami tugas.Ya.. . .  Mungkin Tuhan memberikan ini semua untukku.

Kadang tak tanggung-tanggung aku jual jawabanku agar aku bisa mendapat uang. Aku sangat sadar bila itu semua dilarang keras oleh guruku. Namun bagaimana lagi caraku agar aku bisa mendapat uang. Aku sadar uang yang aku dapat tak banyak. Tapi itu cukup untuk menambah tabunganku. Atau hanya sekedarr mengisi perutku yang keroncongan. Kalo perlu juga kawan,aku mau menuliskan pekerjaan mereka asal diberiuang. aku akan lakukan apapun asal itu halal. Tuhan tolong hambamu ini. Sungguh aku berharap ada uang jatuh dari langit. Sehingga aku tak perlu lakukan ini semua. Pikiran gila terlintas diotakku.

Aku berjalan menuju kelas aku melihat kebawa. Tampak dari kedua mataku sepatuku yang benar-benar kelaparan . Dagaimana tidak ujungnya sudah membuka. Kaos kaki yang aku kenakan dapat kulihat. Ujung jempol sebelah kananku hampir keluar. Padahal aku sudah menggunakannya dengan hati-hati.Bukan aku tak perhatian padanya, sudah berulangkali aku menginapkannya dirumah tukang solsepatu depan rumahku. Kadang sampai malu aku menambalkannya lagi. Dia sudah mengapdikan seluruh hidupnya untukku. Waktunya dia pensiun, namun kapan aku pensiunkan dia. Boro-boro beli sepatu baru, beli makan saja sulit. Umurnya sudah hampir 3 tahun. Aku membelinya waktu kelas 2 SMP. Itu pun aku harus kerja mati-matian agar bisa membelinya.

Didepanku sudah berdiri tegak pintu kelasku,X6 .aku siswa pertama yang masuk kelas ini.kubuka pintu itu, harapanku tak perna padam untuk menjadi siswa yang paling pintar disini. Aku sadar, aku tak punya buku penunjang atau pun buku paket yang lain. Namun aku tegakkan tekatku,kawan itu bukan akhir dari harapanku. Masih ada perpus yang selalu membantuku mengerjakan semua tugasku. Aku tersenyum hadapi semua, aku tersenyum pada ibuku, aku tersenyum pada nasipku.

Aku taruh tas bututku diatas meja paling depan. Aku duduk, dan memandang papan tulis kapur itu. Masih penuh dengan oret-oretan jawabanku kemarin. Rumus fisika, dimana Q lepas  = Qterima  asas Black. Suhu lepas sama dengan suhu terima. Nilainya suhu akan diantara Q lepas  dan Q terima.  Aku tersenyum tipis, rumus untuk menghitung es teh.
Jika seorang pedagang es teh merebus air mencapai suhu 80o C namun pembelinya ingin membeli es teh bukan teh panas si penjual es teh harus memasukkan es batu yang suhunya dibawah 0 0  C pada teh buatannya selain itu dia harus memasukkan air yang bersuhu 00 C karna es saja tak mampu untuk menyetabilkan suhu.

Apa bila sang pembeli ingin membeli 1 gelas es teh. Tentu si penjual harus mengira-ngira berapa massa air panas itu. Berapa masa air dingin dan berapa masa es yang akan dimasukkkan. Tak aku sangka kawan, hanya untuk membuat es teh saja begitu ribut dengan rumus-rumus fisika. Dimulai dari es yang mengalami perubahan suhu, berlanjut dengan es yang mengalami perubahan wujut. Dan akhirnya air es bertemu dengan campuran air panas dan dingin.

Ya Tuhan, sungguh besar kuasamu. Sungguh besar ciptaanmu, dan sungguh besar ilmu-ilmuMU. Itu hanya rumus Mr.Black yang baru dijelaskan tadi. Bayangkan berjuta ilmuan menemukan macam-macam rumus, macam-macam pengetahuan. Itu semua mengubah dunia. Namun itu tak mengubah duniaku.
Sudah lhah kawan. Pertanyaan bodoh terlintas diotakku. Apakah dulu Mr. Black seorang penjual es teh?. Heranku bagaimana dia menemukan rumus es teh ini. Dan membuat siswa mengeluh karnanya.  
Ya aku tak tau? . . . mungkin juga.

Namun apa penjual es teh mengetahui rumus itu? Sepertinya tidak. Aku fikir mereka menggunakan feeling. Jangan-jangan  feeling lebih manjur dari pada rumus apapun. Aku tak perna melihat seorang penjual es teh mengeluh karna pusing memikirkan rumus Mr. Black itu.sudah cukup kawan Itu hanya fikirku tak usah kau fikir dalam-dalam. Matahari semakin tinggi cahaya merambat naik memasuki celah-celah cendela kelas ini. Masih kosong berdebu,dan lama. Sekolah SMA terpencil disebuah desa yang jauh dari keramaian namun  tetap saja sekolah paling faforit diwilayah ini.

Aku berdiri dan mulai menghapus papan kapur itu.debu berterbangan dan jatuh ketanah. Aku kibaskan tangan muncul debu-debu kapur dari tanganku. Aku beranjak dan pergi mengambil sapu dibelakang barisan-barisan meja yang berjejer membentuk barisan panjang. Aku sapu tiap bangku yang aku lewati, aku sadar hari ini bukan piketku. Namun tak ada salahnya juga aku membersihkan ruangan kelas ini.

Aku lihat jam diding kalasku jarum jamnya masih menunjukkan jam 06:15. Aku lanjutkan acara menjadi office girl kelas, namun tak usah membuat kopi tentunya. Setelah selesai acara nyapu kelas. Aku duduk diteras kelas sambil membaca buku biologi yang kemarin aku pinjam diperpustakaan. Tanyaku dihati, sudah siang seperti ini kemana teman-teman ? tumben belum ada yang datang. Segera aku tepis fikiran itu. Toh mereka sudah tau kapan sekolah masuk. Aku melanjutkan acara membacaku. Ditengah-tengah bacaan aku tersadar hari ini ada acara sekolah. Pantas lah teman-teman datang lebih siang dari jam biasanya.

Aku masih ingat kemarin ada pengumuman hari ini acara peresmian gedung baru sekolah.Yang katanya akan dihadiri oleh Bapak Bupati wonogiri  dan DPR wonogiri. Ah terserah. . . . biarpun yang datang pak Presiden RI tetap saja aku harus melunasi SPPku.

Hari semakin siang, semua berkumpul diaula. Rombongan mobil bupati datang suara sirine mobil polisi membuat suasana hening. Namun apa benar suara riuh siswa bisa hening hanya karna bunyi sirine pak polisi. Jawabnya tidak, guru kami pak Mulyono sudah siap dengan penggaris papan. Kemarin kita sudah diwanti-wanti agar tidak membuat ulah. Kita sudah mengerti apa yang bakal dilakukannya dengan penggaris itu. Dia akan menunjuk siswa dengan penggaris bertuah itu,dan tebak apa yang terjadi ! siswa yang terkena tunjuk penggaris bertua itu akan telanjang dada, harus berjalan jongkok mengelilingi lapangan selain itu yang lebih parah orang tua siswa dipanggil. Ah..  . sungguh malang bila terkena tunjuk penggaris bertuah pak Mulyono. Sudah terjatu tertimpa tangga ditambah genteng pula.

Tapi kawan jangan berfikir itu berlaku untuk kaum hawa. Hukuman kaum hawa hanya disuru menulis sebanyak 4 folio penuh dengan tulisan tangan, tampa bantuan siapa pun. Itu sudah cukup membuat siswi yang sedikit brutal kapok dengan ulahnya. Seandainya ada sisiwi yang coba-coba berbohong dengan menunjukkan tulisan tangan orang lain. Aku yakin dia akan digantung dipohon kesemek depan sekolah. Beliau tidak suka seorang pembohong, apa lagi pembangkang. Namun panggilan orang tua tetap berlaku untuk semua siswa tak terkecuali anak kepala sekolah kita yang kadang bikin ulah.

Sudah kawan cukup membicarakan pak Mulyono. Pak Bupati keluar dari mobil dengan dibukakan pintu  oleh para ajudannya. Orangnya putih, gendut, dan terawat. Bagaimana tidak itu semua kan dibiyayai Negara. Dia melempar senyum pada semua siswa. Kami duduk dikursi yang kemarin disiapkan osis. Bapak Bupati duduk dikursi paling depan dengan kursi yang paling mewah dari semua kursi yang ada. DPR hanya manggut-manggut kepalanya bergoyang-goyang seperti seorang anak yang terkena autis.

Bapak bupati dipersilahkan memberi sedikit pidato pada kami. Entah bagaimana pidato pak bupati itu nglantur sampai-sampai memberi pertanyaan berhadiah bagi yang bisa menjawabnya. Saya fikir itu hal yang menarik, selain itu sebuah pertanyaan yang seharusnya dapat dijanwab oleh setiap siswa. Beliau haya bertanya berapa banyak kecamatan diWonogiri ini? Suara hening.  Beberapa guru sibuk menhitung kecamatan yang ada.

Aku mengacungkan tangan. Senyum merekah dibibir pak Bupati. Aku menjawabnya.sebuah jawaban lugas,benar dan tepat. Tepuk tangan pecah dari tangan beliau dan diikuti tepuk tangan yang lain. Aneh apa ini sebuah hal yang besar?. Ini hanya menyebutkan kecamatan diwilayah ini. Bukan menyebutkan seluruh nama kabupaten di Indonesia.Beliau tersenyum dan mengangguk. Beliau  merogoh sakunya aku tak menyangka beliau turun dari podium. Semua terheran-heran menanyakan apa yang akan dilakukan bupati ini. Pengawal bupati langsung bergerak mendampinginya.

Beliau ada didepankuAku hanya melongo. Bapak bupati itu menepuk  pundakku beliau menyalamiku. Aku mencium tangannya beliau berkata “Kamu pintar nak!!”  dia memberiku amplop yang dapat aku kira isinya uang. Aku hanya tersenyum. Pak bupati melanjutkan pidatonya.

Aku tak peduli apa pidao apa yang bakal beliau sampaikan lagi. Otakku haya tertuju pada amplop itu.Aku tak sabar membuka isi amplop itu. Teman-temanku juga tak kalah penasarannya . Mereka menyuruku cepat-cepat membukanya. Aku berharap acara ini cepat selesai dan aku bisa mengetahui isi amplop itu. Aku tersenyum-senyum sendiri.aku mencoba menerawang isi amplop itu. Warnanya merah tebakku uang 100 rb. Tapi aku takutnya itu hanya uang 10rb.toh warna uang 10rb dan 100rb beda-beda tipis. Hala tak masalah itu berisi uang berapa yang pasti itu isinya uang.

Harapanku segera terkabul. Acara pembukaan gedung sekolah selesai. Cepat-cepat aku buka amplop itu. Dan benar isinya uang, cukup banyak ungkapku. Itu lebih dari cukup membayar tunggakan SPPku dan membeli sepatu baru selebihnya akan kuberikan ke ibu. Tuhan terima kasih.. . .

Jam dinding telah menunjukkan jam 14:04. Sudah waktunya pulang. Aku mengeluarka sepedah dari parkiran. Aku tergesah gesah-gesah ,Aku inggin cepat-cepat pulang dan memberitaukan yang terjadi hari ini disekolah pada ibu.

Dijalan senyumku merekah. Rasanya aku ingin menangis mengingat kejadian tadi. Tuhan sering memberi kita kejutan. Kejutan yang tak terduga oleh setiap umatnya. Kali ini aku menangis bukan karna aku sedih namun bahagia. Aku tak mengerti kenapa orang bahagiapun bisa menangis.Aku meteskan air mata. Aku teringat ibu, beliau tak pernah melarangku untuk menangis. Saat aku merasa terpuruk, saat aku merasa dunia ini tak adil dan saat dimana aku sudah muak dengan ini semua pasti ibu berkata“Jika menangis bisa membuatmu lebih baik menagis lhah.”
“ Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah. Kesadaran yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika seseorang menghadapi kebahagiaan maka hatinya akan gembira dan saat dilanda musibah tidak sedikit orang yang putus asa bahkan berpaling dari kebenaran. 
Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan musuh-musuhnya. Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup.”

Itu semua ungkapan ibu padaku saat aku merasa rapu. Kadang aku merasa hidup ini berat, aku memikul beban yang harusnya masih diberatkan pada ayahku. Namun apa mau dikata, ayahku seorang yang tak dapat diandalkan. Aku tak ingin menyalahkan siapa pun! Memang semua ini takdir Tuhan yang harus aku tempuh.
Aku mengusap air mata yang menetes dipipiku. Aku mengayun cepat sepedah lamaku ini. Satu belokan lagi aku akan sampai kerumah. Aku semakin cepat mengayun sepedah. Seperti orang kesetanan ungkapku.
Semua berubah saat aku sampai dihalaman rumahku. Orang-orang berkerumun, berjejal masuk rumahku ada apa ini ? ungkapku dihati tak sempat aku menjagang sepedahku. Orang-orang memandangku iba. Apa yang terjadi? aku memecah kerumunan orang. Aku lihat ibuku tergeletak ditikar denga mulut berbusa. Disampingnya tergeletak juga ayahku lehernya membiru. Seutas tali yang sering aku gunakan untuk kegiatan pramukaan  berada ditengah-tengah mereka.
Aku terduduk dan merangkul ibu. Aku tak dapat membendung air mataku
“Ibu bangun.” Teriakku padanya. Aku berharap ini hanya lelucon ibu untukku
“Bu.. .  ayo bangun, aku membawa uang untuk ibu.” Aku mengambil uang dari dalam amplop itu. Aku tujukkan uang itu pada ibu
“Bu, aku dapat ini dari Pak bupati,aku bisa menjawab pertayaanya bu. Aku dipujinya bu..” aku menangis,
“ Ayo bangun bu. . . aku berjanji gak akan minta uang SPP lagi. Ayo bu . . ibu jangan seperti ini. Ibu marah denganku? Aku gak akan bikin ibu kesal lagi... ayo bu bangun  ”  aku memeluknya.
“Bu... jangan bercanda aku tak suka ibu bercanda seperti ini” aku menangis sejadi-jadinya.
“Bu... jika ibu pergi aku hidup dengan siapa bu. . . tak ada yang aku miliki didunia ini kecuali ibu” aku mengusap air mataku
“Sudah cukup bu permainan ini. Ayo bu bangun. . . !!!” aku mencoba membangunkannya.
Orang-orang melarangku. Bu hanik tetanggaku merangkulku. aku menangis sejadi-jadinya dipelukannya. “Sabar nak!!!” ucapnya. Aku tak dapat berfikir, hanya tangis yang dapat memberi jawaban semua ini.
Ya...  Tuhan. Cobaan apa ini? Aku berharap ayah pergi dari hidupku. Namun kenapa Engkau membawa ibuku juga. Tuhan kenapa ini terjadi padaku. Belum puaskah engkau membuatku menangis. Sampai kapan  ini akan terjadi. Baru saja Engkau memberi kejutan kebahagiaan buatku. Sekarang Engkau ambil ibuku.
Tuhan. .. .  apa yang kau takdirkan padaku. ???  
Aku terduduk lemas tak berdaya.  Mendung hitam menyelimuti langit cerah. Gemuru awan menutup cahaya. Semua hilang, semua musnah. Kini langit yang memberi cerita. Hujan turun membasahi bumi. Semua menegadah kepadaNYA. Cerita langit tak perna terkuak. Tak perna tau apa yang terjadi kelak.
Botol obat serangga itu menjadi saksi bisu semua ini. Semua takdir ini, semua tangis ini. Kapan ini akan berahir Tuhan? Kapan ?. 

by: April

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imtaq dan Iptak

IMTAQ DAN IPTAK Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya rasa padanan kata ini tidak asing lagi bagi kita. Iman dan taqwa bersumber dari hati sebagai bentuk hubungan positif manusia dengan Tuhannya. ’Imtaq pada diri seseorang menunjuk kepada integritas seseorang kepada Tuhannya Mantan Presiden RI, Bapak B. J. Habibie pernah berkata, “Sumber daya manusia yang mempunyai iman dan taqwa harus serentak menguasai, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)," Kemudian beliau melanjutkan, "Seseorang tidak cukup beragama atau berbudaya saja, karena hanya akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, tidak cukup pula seseorang mendalami ilmu pengetahuan saja, karena hanya akan menjadikannya sosok yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan," katanya. Ingat bahwa kita adalah mahasiswa. Rangkaian kata yang selalu mengiringi kata mahasiswa adalah “the agent of change”. Kita

Berakhir

Saat aku menulis ini mataku sudah tidak sembab lagi, iya benar. Ini tentang kamu lagi, entah ditulisan keberapa aku mengatakan memang sebaiknya kamu tidak kembali.  Sebulan lalu aku mendengar kalau kamu akhirnya menikah dengan gadis itu, gadis yang membuatku sebenarnya merasa kalah. Benar-benar kalah, karena dia yang pada akhirnya memilikimu.  Dengan banyak drama, dan yaahh. . . aku bukan wanita yang tepat untukmu. Kali ini biarkan saja aku sedikit mengingat hal-hal kecil yang selalu membuatku teringat olehmu.  "Hari ini masak apa ?"  aku selalu merindukan kata-kata seperti ini sepeleh memang, tapi ada hal yang membuatku merasa kalau masakanku yang tidak jelas ada yang menanti.  Apa kamu ingat kotak tempat makan ungu yang aku isi bekal waktu itu. Aku ingat saat itu masih pagi, dan kamu berangkat kerja. Aku mengisi kotak makan itu dengan gorengan bandeng yang sudah keras. Entah apa yang aku pikirkan saat itu.  Atau, saat aku jatuh dan kamu mengobatiku sambil berjongkok. Aku me