Langsung ke konten utama

Cerpen : Lebih lucu dibanding badut Ancol



Hari ini hujan dan seperti biasa aku menikmati hujan itu. Semua dengan Guntur dan kilatnya yang menyambar-nyambar. Air hujan yang masuk candela yang aku buka, dengan membawa debu pepohonan yang terbawa air hujan.
Sepertinya aku sudah mulai muak dengan dengan peran yang aku ambil dalam hidupku. Ya… kenapa ? ada yang salah. Tidak ! setiap orang berhak mengambil peran yang dia sukai. Baik dia ingin jadi seorang antagonis atau seorang protagonist atau bahkan seorang tritagonis. Ini semua seperti halnya drama sekolah. Setiap siswa dalam kelompok itu akan memiliki peran.
Aku lebih memilih jadi seorang antagonis. Jawabnya simple karna antagonis itu lebih menyenangkan dia akan selalu bertindak semaunya, dapat berteriak seenaknya. Sedang protagonist, dia hanya akn merasa tersiksa.
Oke.. itu hanya sebuah kilasan membosankan tentang sebuah peran. Kurang satu lagi. Tritagonis seorang pemeran yang hanya akan menjadi figuran dan numpang lewat. Aku tidak mau seperti tritagonis. Hidup itu butuh sensasi, jika semua orang berlomba ingin jadi seorang protagonis aku lebih senang berlende menjadi antagonis.
Siapa yang tidak tau dengan Lie? seorang gadis kurang ajar, Namun memikat.
Maaf aku tidak terlalu alay utuk mengatkan aku gadis yang memikat. Namun, setiap orang akan mengatakan itu. Dan diakhir cerita dia akan mengatakan aku gadis kurang ajar. Entah setiap aku dikatakan gadis kurang ajar, aku merasakan kepuasan yang luarbiasa.
Ini gila tapi membuatku merasa senang.
Sudah aku bilang, aku memilih menjadi seorang gadis yang berperan antagonis. Sedikit beda denga tampang yang aku miliki. Aku mengingat setiap mamaku menyisir rambutku, selalu mengatkan “Jadilah anak yang baik.” Tapi sampai sekarang aku masi betah menjadi anak yang kurang ajar.
***
“Lie, ?” panggil Fei, aku menoleh dengan gaya seperti gadis dalam filem cina.
“Iya ?” aku terseyum, seperti mentari yang hampir tenggelam. “Seumur hidupku tidak ada gadis yang selalu membuatku  merasa damai seperti bersamamu” kata Fei , memandangku.
Aku meleleh seperti es kutup yang terkena efek global warming. Pipiku memanas, sepertinya memerah mendengar kata-katanya. Ini pertama kali Fei mengatakan itu padaku. Seperti halnya gadis bodoh yang merasakan cinta pertamanya.
Aku mengingat setiap jengkal hariku bersamanya. Saya akan menceritakan sedikit tentang Fei.
Fei adalah seorang cowok yang mikat hati dan membuatku terjeramah dalam senyumnya. Lie si gadis kurang ajar pun dapat jatuh cinta seperti lainnya. Jangan pernah bilang seorang antagonis tidak pernah jatuh cinta.
Tapi mungkin itu terakhir kalinya aku memiliki sebuah cinta yang benar-benar aku dekap dengan penuh perasaan. Sedang cinta-cinta yang aku buat permainan itu hanya iklan yang numpang lewat seperti iklan komersial.
Aku tidak peduli dengan mereka. Aku selalu ingin tertawa saat si cowok disiram air oleh ceweknya saat dia ketahuan bersamaku. Aku selalu menikmati hal itu. Wajah seorang gadis yang marah, sedih bahkan entah seperti apa rupanya saat pacarnya duduk bersamaku dan bersendah gurau.
Ini seperti halnya saat aku mulai berani menaruh hatiku pada Fei, seperti itu expresiku saat aku tau Fei berbohong padaku dan meninggalkan aku.
Ini lucu, lebih lucu dibanding badut ancol.
Ini sepertinya motif balas dendamku. Aku ngerti, ini sepertinya tidak etis saat kita membalas dendam pada orang lain yang tidak pernah menyakiti kita. Tapi, sampai saat ini aku masi menyukai permainan ini.
Oh… Fei, tenang dia sudah aku bayar impas. Jauh lebih menyakitkan, dan jauh lebih kejam. Untuk belas dendam itu, sedikit membuatku bahagia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imtaq dan Iptak

IMTAQ DAN IPTAK Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya rasa padanan kata ini tidak asing lagi bagi kita. Iman dan taqwa bersumber dari hati sebagai bentuk hubungan positif manusia dengan Tuhannya. ’Imtaq pada diri seseorang menunjuk kepada integritas seseorang kepada Tuhannya Mantan Presiden RI, Bapak B. J. Habibie pernah berkata, “Sumber daya manusia yang mempunyai iman dan taqwa harus serentak menguasai, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)," Kemudian beliau melanjutkan, "Seseorang tidak cukup beragama atau berbudaya saja, karena hanya akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, tidak cukup pula seseorang mendalami ilmu pengetahuan saja, karena hanya akan menjadikannya sosok yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan," katanya. Ingat bahwa kita adalah mahasiswa. Rangkaian kata yang selalu mengiringi kata mahasiswa adalah “the agent of change”. Kita

Berakhir

Saat aku menulis ini mataku sudah tidak sembab lagi, iya benar. Ini tentang kamu lagi, entah ditulisan keberapa aku mengatakan memang sebaiknya kamu tidak kembali.  Sebulan lalu aku mendengar kalau kamu akhirnya menikah dengan gadis itu, gadis yang membuatku sebenarnya merasa kalah. Benar-benar kalah, karena dia yang pada akhirnya memilikimu.  Dengan banyak drama, dan yaahh. . . aku bukan wanita yang tepat untukmu. Kali ini biarkan saja aku sedikit mengingat hal-hal kecil yang selalu membuatku teringat olehmu.  "Hari ini masak apa ?"  aku selalu merindukan kata-kata seperti ini sepeleh memang, tapi ada hal yang membuatku merasa kalau masakanku yang tidak jelas ada yang menanti.  Apa kamu ingat kotak tempat makan ungu yang aku isi bekal waktu itu. Aku ingat saat itu masih pagi, dan kamu berangkat kerja. Aku mengisi kotak makan itu dengan gorengan bandeng yang sudah keras. Entah apa yang aku pikirkan saat itu.  Atau, saat aku jatuh dan kamu mengobatiku sambil berjongkok. Aku me

Cerpen : Hujan

Hari itu seperti biasa, matahari masih terbit dari timur. Aku mengeluarkan sepedah ontel warisan keluargaku. Aku menuntunya  menuju halaman. Dari dalam masih terdengar ribut-ribut ayahku yang masih saja membuat  ibu sakit. Rasanya ingin aku plester saja mulutnya. Bila tak ingat itu ayahku satu-satunya atau mungkin ancaman neraka jahanan karna menjadi anak durhaka. Pagi ini seperti biasa, ibu menyuruhku cepat-capat  berangkat sekolah. Bukan karna aku akan terlambat masuk sekolah. Tak lain dan tak bukan agar tak mendengar omelan ayah padanya. Sungguh aku tak sanggup hidup dengan seorang ayah yang seperti itu. Kadang aku berharap ayahku terbawa oleh kapal bajak laut agar dia tak lagi membuat ibuku menangis. Namun kenapa Tuhan menakdirkan ibuku menikah dengan ayah. Pelet apa yang digunakan ayah sampai-sampai ibu betah dengannya. Kadang aku panjatkan do’a berharap ini semua hanya mimpi. Dan saat aku terbangun aku memiliki keluarga yang bahagia. Dengan seorang ayah yang tak p