Hari ini hujan dan
seperti biasa aku menikmati hujan itu. Semua dengan Guntur dan kilatnya yang
menyambar-nyambar. Air hujan yang masuk candela yang aku buka, dengan membawa
debu pepohonan yang terbawa air hujan.
Sepertinya aku sudah
mulai muak dengan dengan peran yang aku ambil dalam hidupku. Ya… kenapa ? ada
yang salah. Tidak ! setiap orang berhak mengambil peran yang dia sukai. Baik
dia ingin jadi seorang antagonis atau seorang protagonist atau bahkan seorang
tritagonis. Ini semua seperti halnya drama sekolah. Setiap siswa dalam kelompok
itu akan memiliki peran.
Aku lebih memilih jadi
seorang antagonis. Jawabnya simple karna antagonis itu lebih menyenangkan dia
akan selalu bertindak semaunya, dapat berteriak seenaknya. Sedang protagonist,
dia hanya akn merasa tersiksa.
Oke.. itu hanya sebuah
kilasan membosankan tentang sebuah peran. Kurang satu lagi. Tritagonis seorang
pemeran yang hanya akan menjadi figuran dan numpang lewat. Aku tidak mau
seperti tritagonis. Hidup itu butuh sensasi, jika semua orang berlomba ingin
jadi seorang protagonis aku lebih senang berlende menjadi antagonis.
Siapa yang tidak tau
dengan Lie? seorang gadis kurang ajar, Namun memikat.
Maaf aku tidak terlalu
alay utuk mengatkan aku gadis yang memikat. Namun, setiap orang akan mengatakan
itu. Dan diakhir cerita dia akan mengatakan aku gadis kurang ajar. Entah setiap
aku dikatakan gadis kurang ajar, aku merasakan kepuasan yang luarbiasa.
Ini gila tapi membuatku
merasa senang.
Sudah aku bilang, aku
memilih menjadi seorang gadis yang berperan antagonis. Sedikit beda denga
tampang yang aku miliki. Aku mengingat setiap mamaku menyisir rambutku, selalu
mengatkan “Jadilah anak yang baik.” Tapi sampai sekarang aku masi betah menjadi
anak yang kurang ajar.
***
“Lie, ?” panggil Fei,
aku menoleh dengan gaya seperti gadis dalam filem cina.
“Iya ?” aku terseyum,
seperti mentari yang hampir tenggelam. “Seumur hidupku tidak ada gadis yang
selalu membuatku merasa damai seperti
bersamamu” kata Fei , memandangku.
Aku meleleh seperti es
kutup yang terkena efek global warming. Pipiku memanas, sepertinya memerah
mendengar kata-katanya. Ini pertama kali Fei mengatakan itu padaku. Seperti
halnya gadis bodoh yang merasakan cinta pertamanya.
Aku mengingat setiap
jengkal hariku bersamanya. Saya akan menceritakan sedikit tentang Fei.
Fei adalah seorang
cowok yang mikat hati dan membuatku terjeramah dalam senyumnya. Lie si gadis
kurang ajar pun dapat jatuh cinta seperti lainnya. Jangan pernah bilang seorang
antagonis tidak pernah jatuh cinta.
Tapi mungkin itu
terakhir kalinya aku memiliki sebuah cinta yang benar-benar aku dekap dengan
penuh perasaan. Sedang cinta-cinta yang aku buat permainan itu hanya iklan yang
numpang lewat seperti iklan komersial.
Aku tidak peduli dengan
mereka. Aku selalu ingin tertawa saat si cowok disiram air oleh ceweknya saat
dia ketahuan bersamaku. Aku selalu menikmati hal itu. Wajah seorang gadis yang
marah, sedih bahkan entah seperti apa rupanya saat pacarnya duduk bersamaku dan
bersendah gurau.
Ini seperti halnya saat
aku mulai berani menaruh hatiku pada Fei, seperti itu expresiku saat aku tau
Fei berbohong padaku dan meninggalkan aku.
Ini lucu, lebih lucu dibanding
badut ancol.
Ini sepertinya motif
balas dendamku. Aku ngerti, ini sepertinya tidak etis saat kita membalas dendam
pada orang lain yang tidak pernah menyakiti kita. Tapi, sampai saat ini aku
masi menyukai permainan ini.
Oh… Fei, tenang dia
sudah aku bayar impas. Jauh lebih menyakitkan, dan jauh lebih kejam. Untuk belas
dendam itu, sedikit membuatku bahagia.
Komentar
Posting Komentar