Langsung ke konten utama

Cerpen : Mawar putih Arya


MAWAR PUTIH ARYA
Suara pintu terketuk dari luar, Aini berlari membuka pintu.
“Arya.. “ serunya, sambil tersenyum. “Masuk Ar,! “ Aini mengandeng tangan Arya. Arya hanya tersenyum, dan mengikuti Aini. “Kamu sakit?” tanya Aini lagi.
Mereka adalah sahabat sejak kecil. Aini gadis manis, bermata indah yang sejak kecil ditaksir Arya diam-diam. Aini membuatnya tak perna melirik gadis lain. Namun sejak lama, dia ingin mengatakan perasaanya pada Aini, tapi Arya takut akan merusak persahabatan mereka.
Padahal dalam lubuk hati Aini. Dia sangat menyayangi Arya. Dia menyukai Cowok ini dari kecil, bagi Aini, Arya adalah dewa pelindungnya. Namun dia tak mau merusak persabatannya dengan Arya. Hanya gara-gara perasaan konyolnya itu.
Hari ini ulang tahun Aini ke-17. Arya datang kerumah Aini dengan membawa sekuntum mawar putih. Dia ingin mengatkan perasaanya pada Aini. Apa pun yang terjadi !!!
“Ain, aku.” Arya ingin mengatkan perasaanya. Dia menyerahkan mawar itu pada Aini. “Makasi,” kata Aini. Sambil mencium mawar itu.
“Aini aku,” kata Arya lagi.
Kring… kring.. kring… suara telfon rumah Aini. “ Sebentar ya..” kata Aini pada Arya.
Aini mengankat telfon.
“Halo, Assalamualaikum?” salam Aini pada orang di sebrang telfon. Hanya ada suara isak dari balik sana.
“Waalakumsalam, Aini?” jawab orang yang disana. Aini kenal suara ini tante Marta, ibu Arya.
“iya , ini Aini. Kenapa tante?” tanya Aini binggung.  
“Arya, Arya kecelakaan Aini !!! dia, kembali ke Rahmatullah” jawab tante Marta terbata-bata. Dan sambil mengangis.
“Ha?.. tante ini bisa saja. Arya lho… di rumah saya sekarang.” Kata Aini sambil tersenyum.
“Aini, tante ngak bo.ong . Arya sekarang dirumah, dan sedang dimandikan ayahnya.” Jawab tante Marta.
“ Tante,Arya ngak mungkin. Dia. dia. sekarang dirumah saya.” Aini menangis dia berlari keruang tamu tampa menutup telfon itu.
Diruang tamu tak ada siapa-siapa. Hanya mawar putih itu yang tertinggal. “Arya…” dia menangis. “Innalillahiwainailahirajiun” dia mengatkan itu sambil menutup matanya. “Arya.. kenapa?” dia
Dia menangis.
Arya hanya ingin mengucap salam perpisahan untuk Aini.
 “Aini, aku sayang kamu. Kamu baik-baik ya… aku akan selalu menjagamu, walau pun aku tak sisimu lagi.” 

by: April

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imtaq dan Iptak

IMTAQ DAN IPTAK Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya rasa padanan kata ini tidak asing lagi bagi kita. Iman dan taqwa bersumber dari hati sebagai bentuk hubungan positif manusia dengan Tuhannya. ’Imtaq pada diri seseorang menunjuk kepada integritas seseorang kepada Tuhannya Mantan Presiden RI, Bapak B. J. Habibie pernah berkata, “Sumber daya manusia yang mempunyai iman dan taqwa harus serentak menguasai, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)," Kemudian beliau melanjutkan, "Seseorang tidak cukup beragama atau berbudaya saja, karena hanya akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, tidak cukup pula seseorang mendalami ilmu pengetahuan saja, karena hanya akan menjadikannya sosok yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan," katanya. Ingat bahwa kita adalah mahasiswa. Rangkaian kata yang selalu mengiringi kata mahasiswa adalah “the agent of change”. Kita

Berakhir

Saat aku menulis ini mataku sudah tidak sembab lagi, iya benar. Ini tentang kamu lagi, entah ditulisan keberapa aku mengatakan memang sebaiknya kamu tidak kembali.  Sebulan lalu aku mendengar kalau kamu akhirnya menikah dengan gadis itu, gadis yang membuatku sebenarnya merasa kalah. Benar-benar kalah, karena dia yang pada akhirnya memilikimu.  Dengan banyak drama, dan yaahh. . . aku bukan wanita yang tepat untukmu. Kali ini biarkan saja aku sedikit mengingat hal-hal kecil yang selalu membuatku teringat olehmu.  "Hari ini masak apa ?"  aku selalu merindukan kata-kata seperti ini sepeleh memang, tapi ada hal yang membuatku merasa kalau masakanku yang tidak jelas ada yang menanti.  Apa kamu ingat kotak tempat makan ungu yang aku isi bekal waktu itu. Aku ingat saat itu masih pagi, dan kamu berangkat kerja. Aku mengisi kotak makan itu dengan gorengan bandeng yang sudah keras. Entah apa yang aku pikirkan saat itu.  Atau, saat aku jatuh dan kamu mengobatiku sambil berjongkok. Aku me

Cerpen : Hujan

Hari itu seperti biasa, matahari masih terbit dari timur. Aku mengeluarkan sepedah ontel warisan keluargaku. Aku menuntunya  menuju halaman. Dari dalam masih terdengar ribut-ribut ayahku yang masih saja membuat  ibu sakit. Rasanya ingin aku plester saja mulutnya. Bila tak ingat itu ayahku satu-satunya atau mungkin ancaman neraka jahanan karna menjadi anak durhaka. Pagi ini seperti biasa, ibu menyuruhku cepat-capat  berangkat sekolah. Bukan karna aku akan terlambat masuk sekolah. Tak lain dan tak bukan agar tak mendengar omelan ayah padanya. Sungguh aku tak sanggup hidup dengan seorang ayah yang seperti itu. Kadang aku berharap ayahku terbawa oleh kapal bajak laut agar dia tak lagi membuat ibuku menangis. Namun kenapa Tuhan menakdirkan ibuku menikah dengan ayah. Pelet apa yang digunakan ayah sampai-sampai ibu betah dengannya. Kadang aku panjatkan do’a berharap ini semua hanya mimpi. Dan saat aku terbangun aku memiliki keluarga yang bahagia. Dengan seorang ayah yang tak p